30 Kebijakan pemerintah provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI) untuk menghapus peraturan tentang 3 in 1 sebagai upaya mengurangi dampak sosial dan membantu mengurai kemacetan lalu lintas ibu kota menuai kontroversi. Sebagian pihak mendukung langkah yang ditempuh oleh Pemprov DKI Jakarta, namun sebagian lain menyangsikan langkah tersebut. Uji coba penghapusan 3 in 1 sendiri telah dilakukan sejak tanggal 5-13 April 2016 lalu dan diperpanjang hingga pertengahan bulan Mei. Sebagai upaya untuk menjaring opini masyarakat tentang kebijakan ini, kami memodifikasi dan meneruskan survey yang sebelumnya telah dilakukan oleh Dishubtrans DKI Jakarta kepada 882 responden di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Sebagian besar pertanyaan dalam survey ini mereplikasi kuesioner online yang digunakan oleh Dishubtrans DKI Jakarta untuk menjaring opini warga DKI Jakarta tentang penghapusan kebijakan 3 in 1. Kami memodifikasi beberapa bagian dari kuesioner tersebut guna membantu menangkap opini yang lebih besar kepada masyarakat, serta memperluas dan mempercepat partisipasi responden terhadap survey. Responden yang berpartisipasi dalam survey ini adalah warga DKI Jakarta dan sekitarnya yang rutin melintasi jalanan ibu kota untuk menunjang kegiatannya sehari-hari. Mengacu pada data BPS Provinsi DKI Jakarta tahun 2015, populasi warga DKI Jakarta tercatat mencapai 10.075.300 orang. Mengacu pada tabel perhitungan sampel Krejcie&Morgan (1970), kami menetapkan 882 orang sebagai jumlah sampel responden yang dianggap representatif. Lebih lanjut, komposisi responden kami terdiri dari 47% responden pria dan 53% wanita dengan rentang usia 20-50 tahun. Adapun 82% responden kami berasal dari DKI Jakarta, 9% dari Bogor, Depok, Bekasi (Jawa Barat), serta 9% dari Tangerang (Banten). Kami menemukan sejumlah fakta menarik tentang opini warga DKI Jakarta dan sekitarnya terhadap penghapusan 3 in 1. Secara umum, dapat ditarik satu simpulan bahwa mayoritas warga DKI Jakarta dan sekitarnya yang berpartisipasi dalam survey ini mendukung kebijakan penghapusan 3 in 1. Penghapusan 3 in 1 diyakini dapat mengurangi dampak sosial yang timbul dari penerapan 3 in 1 di masyarakat. Bagian awal dari survey kami berupaya memotret profil kebiasaan warga DKI Jakarta dalam mengakses jalanan ibu kota dalam keseharian. 85% warga DKI Jakarta dan sekitarnya yang berpartisipasi dalam survey ini merupakan warga yang sering melakukan perjalanan di dalam area Jakarta. Lebih lanjut, 49% dari mereka mengaku mengakses ruas jalan DKI Jakarta setiap hari. Untuk memperkaya deskripsi profil responden dalam survey ini, kami menanyakan keperluan rutin responden dalam mengakses arus lalu lintas ibu kota. 46% responden menyebutkan bahwa alasan mereka bepergian di dalam area Jakarta adalah untuk keperluan pekerjaan; 43% bepergian untuk keperluan-keperluan yang bersifat casual seperti berjalan-jalan, berkunjung ke rumah kerabat, dan lainnya; 8% untuk sekolah atau kuliah; dan 3% rutin mengakses jalanan ibu kota untuk keperluan antar jemput sekolah. Kami meminta responden untuk menilai tingkat kemacetan yang terjadi di ibu kota. Secara umum, hampir seluruh responden menyepakati bahwa ruas jalanan Jakarta macet, bahkan 65% di antaranya menganggap bahwa tingkat kepadatan lalu lintas di Jakarta sudah berada dalam kondisi sangat macet. Selanjutnya, kami mencoba memfokuskan pertanyaan survey pada pembahasan tentang isu 3 in 1. Kami menanyakan seberapa sering responden melewati jalur 3 in 1 di wilayah Jakarta. Responden dari rentang usia 20-25 tahun yang berpartisipasi dalam survey ini menyebutkan bahwa 47% dari mereka sering melewati jalur 3 in 1. Sementara itu, 22% responden dari usia 26-29 tahun dan 22% dari usia 30-35 tahun menyatakan sering melewati jalur tersebut. Adapun 6% dari usia 36-39 tahun, 2% dari usia 40-45 tahun, dan 1% dari usia lebih dari 45 tahun sering melewati jalur 3 in 1. Selanjutnya kami menanyakan tentang pengetahuan responden tentang kebijakan 3 in 1 yang selama ini telah diterapkan oleh Pemprov DKI. 93% responden mengetahui kebijakan 3 in 1, namun penilaian mereka tentang efektivitas kebijakan tersebut cukup beragam. 63% warga Jakarta dan sekitarnya menganggap kebijakan 3 in 1 sebagai langkah yang tidak efektif, 25% menganggapnya efektif, sementara 12% responden menyatakan tidak tahu. Kami kemudian menanyakan apakah responden mengetahui tentang adanya uji coba penghapusan 3 in 1 di Jakarta. Agaknya pengetahuan responden tentang uji coba penghapusan 3 in 1 cukup tinggi mengingat 92% responden mengetahui kebijakan ini. Lebih lanjut, 75% warga yang mengetahui adanya uji coba tersebut meyakini bahwa kebijakan yang diambil oleh Pemprov DKI untuk menghapus 3 in 1 dapat mengurangi berbagai dampak sosial yang diakibatkan oleh 3 in 1. Adapun dampak sosial yang diketahui responden muncul sebagai dampak dari kebijakan 3 in 1 antara lain munculnya joki 3 in 1, praktik penyewaan dan eksploitasi anak, prostitusi terselubung, tindak kriminal seperti perampokan, serta tidak jarang menyebabkan kemacetan di sekitar area 3 in 1. Pertanyaan dalam survey kami selanjutnya berupaya mengungkap persetujuan warga tentang kebijakan penghapusan 3 in 1. Menariknya, dukungan warga DKI Jakarta dan sekitarnya tentang penghapusan 3 in 1 cukup tinggi. 72% warga yang mengetahui adanya uji coba penghapusan 3 in 1 menyatakan setuju dan mendukung langkah tersebut. Persetujuan mereka antara lain didasari oleh pertimbangan bahwa kebijakan 3 in 1 dianggap tidak efektif, penghapusan 3 in 1 diyakini pula dapat menghilangkan praktik joki, serta mengurangi potensi tindak eksploitasi anak. Mengungkap pendapat berbeda dari responden, 28% warga DKI dan sekitarnya yang mengetahui adanya uji coba penghapusan 3 in 1 menyatakan tidak setuju dan berharap agar Pemprov DKI Jakarta akan tetap memberlakukan kebijakan 3 in 1 di Jakarta. Mereka meyakini bahwa apabila kebijakan 3 in 1 dihapus justru akan memperparah tingkat kemacetan lalu lintas Jakarta. Terakhir, kami berupaya menjaring pendapat responden tentang usulan bagi Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi kemacetan di ruas jalan ibu kota. Peningkatan kualitas dan jumlah armada layanan angkutan umum menjadi usulan utama sebagaimana disampaikan oleh 40% responden. Selanjutnya, 24% responden mengusulkan penerapan ERP (Electronic Road Pricing) sebagai solusi mengurai kemacetan. 21% responden menyarankan adanya pembatasan usia kendaraan, 10% menyarankan penerapan pelat nomor kendaraan ganjil-genap, sementara 5% menyarankan usulan lain seperti penerapan tarif pajak yang tinggi untuk kendaraan, pembatasan jumlah kepemilikan kendaraan, serta menaikkan tarif parkir. Untuk hasil survey yang lebih rinci, anda bisa mengunduh hasil survey kami dalam 2 format xls dan pdf di button bawah ini. Laporan hasil survey JAKPAT terdiri dari 3 bagian yaitu 1) Profil responden 2) Tabulasi silang (Crosstabulation) untuk masing-masing pertanyaan 3) data mentah. Profil responden menunjukkan profil demografis (jenis kelamin, usia, lokasi/domisili, pengeluaran per bulan). Dengan tabulasi silang (Cross tabulation) anda dapat menjelaskan perbedaan preferensi segmen demografis dalam terhadap masing-masing pertanyaan. Unduh PDF disini: Anda siap untuk survey? atau hubungi kami untuk mendapatkan Sales Quote atau informasi lebih lanjut +622745015293